🍸 Cara Budidaya Ikan Kakap Putih Di Air Tawar

Prosesbudidaya ikan air tawar yang amplifikasi NNV dilanjutkan dengan umumnya dilakukan di kolam dan suhu denaturasi 95⁰C selama 30 waduk buatan di Kota Batam detik, annealing 54⁰C selama 30 hingga kepada pengembangan detik, dan extension pada suhu budidaya ikan air laut, baik dengan 72⁰C selama 1 menit. LANGKAHPEMANENAN. Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari untuk mengurangi stress selama pemanenan. Alat panen yang digunakan untuk ikan konsumsi berupa scoop net. Ukuran panen ikan kakap putih konsumsi memiliki bobot minimal 500 gr. Sebelum dilakukan pemanenan ikan terlebih dahulu dipuasakan selama satu hari. Dibawah ini yang termasuk karakteriristik kewirausahaan, kecuali. A. Memiliki motif berprestasi tinggi B. Memiliki inovasi tinggi C. Memiliki perspektif ke depan D. Memperoleh laba yang maksimal E. Selalu mencari peluang 3. Bu Okta memiliki usaha restoran yang didirikan sejak tahun 2010, dengan mempekerjakan dua puluh orang karyawan. Jenisjenis ikan laut yang sering dikonsumsi adalah seperti berikut. Di antara beragam jenis ikan air tawar berikut kami rangkumkan 10 jenis ikan air tawar yang paling sering dikonsumsi dan dibudidayakan di Indonesia. Ada orang yang mengantarkan kepada kami ikan yang tidak bersisik. Pada ikan kakap ditemukan miacine vitamin A. Cari tahu semua Ikankakap dapat dipanen setelah mencapai ukuran 400 gram/ekor atau lebih tergantung pada ukuran yang dikehendaki. Ikan kakap dipasarkan dalam keadaan masih hidup atau sudah mati. Sebelum dipanen ikan kakap dipuasakan terlebih dahulu 1-2 hari, jaring dikontrol keutuhannya. Angkat jaring menuju ke salah satu sudut. BacaJuga Artikel : Baca Juga √ 6 Langkah Budidaya Ayam Broiler Terlengkap. Baca Juga Japan*s Video Bokeh Museum "CANT1K S**Y". Baca Juga √ Cara Budiaya Ikan Arwana Super Red Bagi Pemula Terlengkap. Baca Juga √ Cara Budidaya Ikan Mujair yang Mudah di Pahami Secara Lengkap. Posting pada Hewan. Tanpapengembangan perikanan budidaya maka akan habis sumber daya perikanan. Untuk itu, terus diupayakan mendongkrak produksi perikanan budidaya, salah satunya adalah komoditas ikan kakap putih. Ikan kakap putih selain untuk kebutuhan dalam negeri, juga banyak diminati di pasar luar negeri. "Indonesia kaya dengan komoditas ikannya. Denganobat atau tanpa obat, cuci air tawar dan sikat keringkan 1-2 hari. Jika pakai obat Bilas dengan larutan sodium hypokhlorine 150 ppm pada dinding bak, keringkan selama 2 - 3 jam untuk menghilangkan chlorine suhu 26 - 28 0 C dan salinitas 29 - 32 ppt air dari bak penampungan air, pemindahan air dengan saringan untuk menghindari kotoran. Selainitu, ikan kakap putih juga termasuk ikan katadromus (besar di air tawar dan kawin di air laut). Karakteristik ikan kakap putih tersebut menyebabkan pembudidayaan dapat dilakukan di laut ataupun di tambak. (FAO, 2006). Gambar 2. Migrasi Kakap Putih (FAO, 2006) Habitat ikan kakap putih (L. calcarifer) berada di sungai, danau, muara dan iIOz. Selective breeding and management broodstock of barramundi Lates calcarifer Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT, UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2019 BUDIDAYA IKAN KAKAP PUTIH Lates calcariferBloch, 1790 BERBASIS EKOSISTEM TIM PENELITIAN TERAPAN RISTEK-DIKTI 2019 Irmawati Alimuddin Asmi Citra Malina Tassakka Buku ini disusun atas kerjasama KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas penyusunan Dokumen Kebijakan Budidaya Ikan Kakap Putih Lates calcarifer Bloch, 1790 Berbasis Ekosistem. Dokumen ini bersifat living document karena masih terus berproses seiring dengan kegiatan yang baru menyelesaikan satu tahap dari tiga tahap yang direncanakan serta perkembangan di lapangan. Iktiofauna yang beragam mewakili sumberdaya genetik adalah sumber makanan manusia saat ini dan di masa depan serta berperan sebagai plasma nutfah akuakultur. Ikan memberi kontribusi penting bagi pemenuhan nutrisi manusia di seluruh belahan dunia sehingga kebutuhan akan produk perikanan meningkat setiap tahunnya. Terjadi resiko reduksi keragaman genetik di setiap sistem produksi perikanan. Namun sebaliknya, aktivitas serta kebijakan yang mempertimbangkan faktor-faktor genetik tidak banyak diterapkan dalam pemanfaatan dan pengelolaan perikanan. Adalah hal yang sangat penting untuk mengembangkan dan mengimplementasikan konservasi sumberdaya genetik ikan, dalam hal ini ikan kakap putih, sebagai sumber broodstock bagi kegiatan akuakultur dan sebagai sumber stok bagi kegiatan perikanan tangkap. Pengelolaan sumberdaya genetik ikan, termasuk ikan kakap putih terkait langsung dengan organisme akuatik lainnya serta harus memerhatikan faktor lingkungan, ekonomi, dan sosial secara terintegrasi. Dokumen ini menyediakan data-data tentang sebaran/distribusi broodstock dan database genetik dan pertumbuhan ikan kakap putih Lates calcarifer, Bloch 1790 yang akan bermanfaat dalam merancang program breeding dan rencana pengelolaan ikan kakap putih. Dokumen kebijakan ini, telah dibahas antar pakar di dalam tim dan akan dikonsultasikan dengan multi pihak lainnya, baik dengan pakar-pakar di luar tim, calon pengguna maupun pemerintah terkait pada direncanakan akan dilaksanakan pada tanggal 12 Desember 2019. Data-data dasar terkait dengan sumberdaya genetik ikan kakap putih dan data lainnya dari spot-spot plasma nutfah ikan kakap putih lainnya, akan terus dilengkapi seiring dengan progress penelitian yang masih sementara berlangsung tahun I dari rencana tiga tahun pelaksanaan saat dokumen ini ditulis. Harapan penulis, dokumen ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam menyusun dan melahirkan kebijakan terkait dengan konservasi dan pengembangan industri marikultur ikan kakap putih di Indonesia, khususnya breeding program dan pengelolaan kawasan konservasi sebagai tabungan induk dan kantong plasma nutfah ikan kakap putih. Makassar, 22 Oktober 2019 Tim Penyusun BAB I PENDAHULUAN A. PENGANTAR Keragaman genetik memengaruhi kemampuan spesies untuk merespons perubahan lingkungan baik buatan maupun alami dalam proses adaptasi agar mampu bertahan hidup. Populasi dengan keragaman genetik yang tinggi memiliki peluang hidup yang lebih tinggi, karena banyak alternatif kombinasi gen yang tersedia untuk merespons perubahan kondisi lingkungan yang dihadapi Dunham 2004. Informasi keragaman genetik, status genetik, dan keunggulan sifat suatu populasi serta peluang mate choice menjadi dasar kegiatan dalam melakukan program pemuliaan dan kegiatan budidaya yang lestari. Pelestarian keragaman genetik populasi diharapkan dapat menghasilkan produksi benih unggul yang berkualitas secara kontinu. Program seleksi dapat dilanjutkan dengan persilangan acak maupun terarah adalah kegiatan yang umum dilakukan untuk menghasilkan benih yang berkualitas baik sehingga produksi perikanan dapat ditingkatkan. Oleh karena itu, sebagai awal, evaluasi keragaman genetik ikan kakap putih penting dilakukan untuk melihat potensi populasi ikan kakap putih pada beberapa spot plasma nutfah Indonesia sebagai sumber biodiversitas dalam ekosistem dan bahan dasar pembentukan induk unggul. Sumberdaya ikan kakap putih di Indonesia belum terpetakan. Potensi lestari ikan kakap putih di perairan Indonesia juga belum tersedia. Hasil pengamatan di lapangan mengungkap bahwa ikan kakap putih tertangkap oleh nelayan hanya sebagai hasil tangkapan sampingan by catch. Bahkan, pada umumnya di banyak daerah, jenis ikan ini dianggap sebagai hama bagi kegiatan budidaya udang dan ikan bandeng, sehingga diracun dan selanjutnya menimbulkan kesan bahwa ikan kakap putih ini tidak bernilai. Namun demikian, beberapa balai riset yang telah mengkaji dan mengembangkan usaha pembenihan ikan kakap putih di Indonesia, yaitu Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Balai Perikanan Budidaya Laut Batam, Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan BBRBLPP Gondol Bali, Balai Perikanan Budidaya Laut Ambon dan Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar Sulawesi Selatan. Bahkan pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan KKP telah menetapkan Kabupaten Pinrang dan Maros sebagai kawasan pengembangan budidaya berbasis kawasan dengan komoditas ikan kakap putih. Ditjen Perikanan Budidaya sepanjang tahun 2018-2019 telah menyalurkan 1,08 juta ekor benih ikan kakap putih kepada kelompok pembudidaya ikan Pokdakan di Kabupaten Pinrang dan 384 ribu ekor kepada Pokdakan di Kabupaten Maros untuk dikembangkan pada tambak seluas ha dan 300 ha. Dalam melaksanakan pengembangan budidaya ikan kakap putih perlu dilakukan kajian kebijakan, termasuk kebijakan untuk mengkonservasi keanekaragaman genetik plasma nutfah ikan kakap putih terutama kaitannya dengan tabungan induk bagi kegiatan breeding program dan program breedingnya sendiri. Dokumen ini mencoba menyajikan informasi awal tentang data potensi ikan kakap putih di perairan Indonesia yang meliputi data tentang sebaran ikan kakap putih, data tentang identifikasi jenis dan filogeni, variasi genetik dan pertumbuhan serta kondisi terkini populasi ikan kakap putih di Indonesia. B. TUJUAN Menyediakan data tentang potensi ikan kakap putih secara molekuler dan biologi dimana selanjutnya data tersebut digunakan sebagai acuan dalam menyusun program breeding, strategi konservasi, serta manajemen dan pemanfaatan sumberdaya ikan kakap putih. BAB II PERMASALAHAN PEMANFAATAN DAN KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA PERIKANAN IKAN KAKAP PUTIH 1. Database dan informasi tentang distribusi dan status populasi ikan kakap putih belum tersedia di Indonesia. 2. Prospek pasar luar negeri ikan kakap putih yang besar belum diiringi oleh serapan pasar lokal yang memadai seperti ikan-ikan ekspor lainnya, khususnya di Sulawesi Selatan dan Kalimantan Utara. 3. Prospek pasar lokal yang masih lesu di sebagian besar wilayah di Sulawesi Selatan dan Kalimantan Utara disebabkan oleh ikan kakap putih tidak populer di sebagian besar wilayah di Sulawesi Selatan sehingga kurang diminati untuk dikonsumsi. Selain itu juga disebabkan oleh masih minimnya wawasan petambak/petani ikan tentang prospek bisnis serta teknologi pembesaran ikan kakap putih. 4. Sebagaian besar wilayah di Sulawesi Selatan dan Kalimantan Utara, ikan kakap putih dianggap sebagai hama bagi budidaya udang dan ikan bandeng di hampir semua wilayah study sehingga penanggulangannya di lapangan dengan cara meracun untuk mempercepat proses persiapan lahan budidaya udang dan/atau ikan bandeng 5. Belum diterapkan langkah-langkah manajemen untuk mengurangi hasil tangkapan ikan-ikan muda yang belum matang gonad, terutama selama periode puncak migrasi untuk memberi kesempatan kepada ikan-ikan muda tersebut mencapai perairan tawar yang merupakan habitat dimana mereka bertumbuh menjadi ikan dewasa. 6. Degradasi lingkungan hidup mengakibatkan spawning ground, nursery ground dan feeding ground yang semakin terbatas dan terdegradasi 7. Ukuran populasi efektif Ne yang rendah, baik pada populasi wild type maupun pada kegiatan pembenihan berpeluang menurunkan keragaman genetik sebagai akibat dari bottle neck effect. 8. Belum tersedia data dan belum diterapkan kontrol tentang variasi genetik pada broodstock yang digunakan untuk memproduksi benih, serta pada benih introduksi/benih yang dirilis ke masyarakat pembudidaya. 9. Ikan kakap putih hanya bernilai ekonomis di Kabupaten Bone, Pinrang, Pare-Pare dan Takalar Sulawesi Selatan, dengan harga berkisar Rp. sampai Rp. per kilogram. Di daerah lainnya Wajo, Maros, Makassar dan Kalimantan Utara jenis ikan ini jarang dikonsumsi sehingga bernilai rendah. Di wilayah Makassar dan Wajo, ikan kakap putih lebih dikenal sebagai recreational fish dibandingkan sebagai ikan konsumsi. BAB III RENCANA STRATEGI KONSERVASI DAN SELEKSI BROODSTOCK IKAN KAKAP PUTIH Lates calcarifer, Bloch, 1790 Visi dan Misi Sebagai sebuah proses yang melibatkan banyak sektor dan kepentingan, maka program breeding dan konservasi plasma nutfah serta program seleksi broodstock ikan kakap putih mensyaratkan adanya kesamaan dan penyatuan visi dalam setiap tahap pelaksanaannya. Visi tersebut harus terukur sehingga dapat dievaluasi, bersifat holistik dan berkelanjutan, serta mampu mengintegrasikan semua bidang yang terkait. Visi tersebut adalah 1. “Breeding program ikan kakap putih dilakukan beriringan dengan konservasi variasi genetik di beberapa spot plasma nutfah wild type ikan kakap putih sebagai sumber biodiversitas dalam ekosistem dan bahan dasar pembentukan induk unggul” Ecosystem Approach for Aquaculture, EAA. 2. Menjadikan ikan kakap putih sebagai salah satu komoditas perikanan yang digemari dalam rangka penganekaragaman sumber protein berbahan dasar ikan dan peningkatan ekonomi masyarakat. Untuk mewujudkan visi tersebut, maka misi pengelolaan pemanfaatan dan kegiatan produksi EAA ikan kakap putih adalah sebagai berikut 1. meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumberdaya manusia SDM, khususnya yang terkait, di pusat maupun di daerah dalam rangka konservasi dan kegiatan produksi ikan kakap putih, 2. mengaplikasikan prinsip-prinsip konservasi pada habitat, populasi, dan proses produksi ikan kakap putih, khususnya pada populasi yang memiliki karakter unik, 3. menyediakan perangkat hukum yang memadai bagi upaya konservasi dan kegiatan produksi yang disertai dengan upaya penegakannya SASARAN Program breeding dan konservasi untuk peningkatan dan kesinambungan kegiatan produksi ikan kakap putih diarahkan untuk mencapai sasaran jangka pendek dan sasaran jangka panjang. Jangka pendek 1. menyusun profil, database sebaran dan status populasi, breeding value, serta rencana pemanfaatan dan produksi ikan kakap putih melalui program breeding dan konservasi sumber induk. 2. mengubah perspektif nelayan terhadap nilai ekonomi ikan kakap putih dari kurang bernilai menjadi bernilai ekonomi tinggi 3. terciptanya koordinasi program dan kegiatan produksi benih yang memerhatikan fitness populasi Jangka Panjang 1. meningkatkan produksi dan kualitas genetik ikan kakap putih untuk karakter pertumbuhan; sistem immun melalui pengembangan dan implementasi program vaksinasi massal; dan porsi edible flesh. 2. menghasilkan pemanfaatan yang berkelanjutan 3. meningkatkan nilai ekonomi ikan kakap putih sehingga menjadi salah satu komoditi yang berperan dalam peningkaan pertumbuhan ekonomi wilayah dan kesejahteraan masyarakat 4. meningkatkan peran serta dan akses masyarakat/nelayan/petani ikan dan swasta/dunia usaha dalam pengelolaan pemanfaatan dan kegiatan produksi ikan kakap putih BAB IV SEBARAN, SPECIES OVERVIEW, PERTUMBUHAN DAN GENETIK IKAN KAKAP PUTIH Deskripsi Ikan Kakap Putih Ikan kakap putih, Lates calcarifer Perciformes, Latidae pertama kali dideskripsikan pada tahun 1790 dengan nama Holocentrus calcarifer oleh Bloch. Pemberian nama genus Lates oleh Cuvier & Valenciennes 1828 untuk mencakup spesies lainnya, termasuk Nile perch Lates niloticus. Greenwood 1976 kemudian memasukkan ikan kakap putih ke dalam Famili Centropomidae. Famili Centropomidae dicirikan oleh dua sinapomorfis, yaitu 1 sisik sepanjang garis lateral memanjang hingga batas posterior sirip ekor dan 2 terdapat perluasan/ekspansi tulang saraf di vertebrae kedua pada anteroposterior. Famili Centropomidae bersifat monophyletic dengan phylogeny terdiri dari dua subfamily, yaitu Latinae dan Centropominae. Subfamili Latinae terdiri dari dua genera, yaitu Lates dan Psammoperca sementara subfamili Centropominae hanya terdiri dari satu genera yaitu Centropomus. Berbeda dengan Greenwood, Mooi and Gill 1995, Otero 2004 serta Smith and Craig 2007 menyatakan bahwa Centropomidae bersifat paraphyletic dimana Lates dan Psammoperca tergolong ke dalam Famili Latidae. Ikan kakap putih memiliki ciri-ciri morfologis sebagai berikut badan memanjang, gepeng, kepala lancip dengan bagian atas cekung, cembung di depan sirip punggung dan batang sirip ekor lebar. Memiliki mulut lebar, pada bagian rongga mulut terdapat lidah dan gigi-gigi halus pada rahang atas dan rahang bawah. Bagian bawah preoperculum berduri kuat. Operculum memiliki duri kecil. Sirip punggung terbagi dua dengan posisi sedikit di belakang sirip perut. Sirip punggung pertama terdiri dari enam hingga delapan VI – VIII jari-jari keras dan saling terhubung oleh selaput halus. Sirip punggung kedua terdiri dari satu I jari-jari keras dan 11 – 12 jari-jari lemah. Sirip dada pendek dan berbentuk bulat, lebih pendek dari sirip perut dan terdiri dari 13 – 18 jari-jari lemah. Sirip perut tidak mencapai anus dan terdiri dari satu jari keras dan 5-8 jari-jari lemah. Sirip dubur terdiri dari tiga jari-jari keras III>II>I dan jari-jari lemah 8-10. Sirip ekor berbentuk bulat rounded dan terdiri dari 15-18 jari-jari lemah. Pada umumnya, tinggi badan 29,30 – 33,35% dari panjang baku SL, namun ditemukan spesimen dengan tinggi badan hingga 37,50% dari SL. Satu duri kecil pada operkulum dengan posisi di atas garis lateral, dan 4-5 duri kecil pada bagian bawah preoperkulum. Pada umumnya, warna tubuh ikan kakap putih adalah hijau keabu-abuan dan pada bagian bawah tubuh berwarna keperakan. Akan tetapi, ikan kakap putih dari perairan pantai Kabupaten Bone warna tubuhnya dominan putih-keperakan dengan sirip ekor dan sirip anus berwarna hitam Gambar 1. Gambar 1. Ikan kakap putih, Lates calcarifer Ikan kakap putih atau barramundi adalah spesies estuari yang dapat mencapai ukuran panjang total hingga ± 200 cm, bobot lebih dari 50 kg, dan masa hidup hingga 20 tahun Shaklee et al. 1993. Barramundi adalah katadromous, yaitu ikan yang bermigrasi dari perairan tawar ke perairan estuari. untuk memijah atau bereproduksi. Pertumbuhan dan perkembangan Ikan kakap putih sebagian besar berlangsung di perairan tawar, sungai dan danau hingga umur 2 – 3 tahun yang terkoneksi dengan laut. Ikan dewasa yang berumur 3 – 4 tahun kemudian bermigrasi ke laut untuk pematangan kelamin hingga memijah. Setelah memijah, telur terbawa arus ke muara sungai, kemudian bermigrasi ke hulu untuk tumbuh hingga dewasa Kunvangkij et al. 1986; Irmawati et al. 2019. Peta Distribusi Ikan Kakap Putih Berikut adalah peta sebaran ikan kakap putih yang berhasil di data. Gambar 2. Peta sebaran ikan kakap putih Lates calcarifer, Bloch 1790 di Perairan Indonesia Pertumbuhan Ikan Kakap Putih Pertumbuhan adalah salah satu parameter penting pada kegiatan akuakultur. Pola pertumbuhan ikan kakap putih di beberapa lokasi sumber induk di Perairan Indonesia disajikan pada Tabel 1. Ikan kakap putih tumbuh dan berkembang secara proporsional di habitat alaminya. Ikan kakap putih di perairan pantai Kabupaten Bulungan Kalimantan Timur bahkan memiliki pertumbuhan bobot yang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan panjangnya. Tabel 1. Perbandingan nilai “a” dan “b” hubungan panjang dengan bobot ikan kakap putih Lates calcarifer, Bloch 1790 jantan pada beberapa lokasi/populasi Perairan pesisir Galesong Selatan, Kabupaten Takalar Perairan pesisir Maros Baru, Kabupaten Maros Perairan pesisir Kecamatan Sajoangin, Kabupaten Wajo Perairan pesisir Kecamatan Pitumpanua, Kabupaten Wajo Perairan pesisir Kecamatan Cenrana, Kabupaten Bone Perairan pesisir Kecamatan Sekatak, Bulungan, Kalimantan Timur Karamba Jaring Apung KJA Kabupaten Barru Keragaman Morfologi Ikan Kakap Putih Karakter morfologi yang membedakan ikan kakap putih dari Takalar, Bone, Wajo dan Bulungan adalah tinggi badan, caudal penducle dan diameter mata. Ikan kakap putih dari Wajo memiliki tingga badan lebih besar dibandingkan dengan ikan kakap putih dari Bone, Bulungan dan Takalar. Ikan kakap putih dari Bulungan memiliki caudal penducle yang lebih lebar dibandingkan dengan ikan kakap putih dari Bone, Wajo dan Takalar, sedangkan ikan dari Takalar memiliki diameter mata yang lebih besar dibandingkan dengan ikan kakap putih dari Bone, Wajo dan Bulungan. Gambar 2. Marka morfologi ikan kakap putih yang dapat digunakan sebagai pembeda antar ikan kakap putih dari beberapa lokasi/spot plasma nutfah Beberapa karakter meristik, seperti jari-jari sirip dorsal, tidak sempurnanya proses pemisahan organ sirip perut, jari-jari siri anal, terdokumentasi pada populasi ikan kakap putih hasil domestikasi yang dipelihara pada karamba jarring apung KJA Gambar 3, 4, 5. Gambar 3. Anomali karakter jari-jari sirip dorsal pada ikan kakap putih hasil domestikasi. A = normal; B = anomali Tinggi Badan Siwa > Bone > Bulungan > Takalar Caudal penducle Bulungan > Bone > Siwa > Takalar Diameter Mata Takalar > Bone > Siwa > Takalar > Bulungan Gambar 4. Proses pemisahan sirip perut yang tidak sempurna A dan anomali karakter jari-jari sirip anal B pada ikan kakap putih hasil domestikasi Gambar 5. Keragaman pada pyloric caeca ikan kakap putih Keragaman Genetik Ikan Kakap Putih di Teluk Bone dan Selat Makassar Data keragaman haplotype dan keragaman nukleotida ikan kakap putih di beberapa sumber plasma nutfah Perairan Indonesia masing-masing disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3. Total jumlah haplotype ikan kakap putih yang terdeteksi adalah tujuh, lima haplotype pada populasi liar dan tiga haplotype pada populasi terdomestikasi. Hanya satu haplotype yaitu Hap1 pada populasi ikan kakap putih di perairan pantai Kabupaten Bone monomorfik sedangkan pada populasi ikan kakap putih di perairan pantai Kabupaten Takalar terdeteksi lima haplotype Hap1, Hap2, Hap3, Hap10, dan Hap13 polymorfik dan dua diantaranya, yaitu Hap3 dan Hap13 merupakan haplotype unik atau spesifik. Berdasarkan keragaman haplotype dan keragaman nukleotida, ikan kakap putih pada spot plasma nutfah Perairan Pantai Takalar memiliki keragaman genetik tertinggi, yang kemudian disusul oleh ikan kakap putih dari spot plasma nutfah Kabupaten Wajo. Sedangkan keragaman genetik ikan kakap putih pada spot plasma nutfah Bone adalah yang terendah. Keragaman genetik ikan kakap putih hasil domestikasi yang merupakan progeny dari populasi ikan kakap putih dari perairan pantai Takalar memiliki keragaman haplotype dan keragaman nukleotida yang lebih tinggi dibandingkan dengan keragaman genetik populasi induknya. Tabel 2. Sebaran haplotipe ikan kakap putih di Perairan Indonesia Tabel 3. Situs polimorfik, jumlah haplotipe dan keragaman nukleotida ikan kakap putih di Perairan Indonesia Rata-rata Jumlah Nukleotida yang Terdferensiasi Differensiasi genetik secara global dapat diestimasi melalui nilai pair-wise comparison FST dan jarak genetik GST Tabel 4. Nilai FST dan GST ikan kakap putih berturut-turut adalah 0,196 dan 0,225. Pada populasi ikan kakap putih liar nilai FST dan GST terkecil berturut-turut adalah dan Wajo vs Bone dan nilai FST dan GST terbesar adalah di antara populasi Bone dan Takalar, yaitu 0,2971 untuk FST dan 0,3043 untuk GST. Nilai FST menunjukkan bahwa 19,6% dari total keragaman genetik antara dua populasi terkait dengan differensiasi genetik sedangkan nilai GST sebesar 22,5% menunjukkan bahwa 22,5% keragaman genetik terjadi antar populasi. Populasi ikan kakap putih pada perairan Teluk Bone dan Selat Makassar secara umum mengalami differensiasi, kecuali populasi antara ikan kakap putih dari perairan pantai Kabupaten Bone dan Wajo P < Perairan pantai Kabupaten Bone dan Wajo masih terletak pada wilayah geografis yang sama, yaitu Teluk Bone, sehingga Hap1 Hap2 Hap3 Hap4 Hap5 Hap6 Hap7 Hap8 Hap9 Hap10 Hap11 Hap12 Hap13Coastal - Bone Regency wild type Coastal - Wajo Regency wild type   Estuary - Takalar Regency wild type     Brackish pond - Maros Regency wild type KJA - Barru Regency domesticated   KU692587_L_calcarifer Cilegon Banten   Australia  Singapore      memungkinkan terjadinya aliran gen di antara dua populasi ikan kakap putih di wilayah tersebut. Tabel 4. Matriks nilai jarak genetik GST diagonal bagian atas dan nilai pair-wise comparison FST diagonal bagian bawah pada tiga populasi liar dan satu populasi terdomestikasi ikan kakap putih Lates calcarifer, Block 1790 Berdasarkan analisis maximum likelihood tree dengan menggunakan metode Kimura-2-parameters distance, dengan bootstrap 1000 kali menunjukkan bahwa ikan kakap putih dari perairan pantai Teluk Bone dan Selat Makassar serta ikan kakap putih terdomestikasi dikelompokkan ke dalam empat klaster dengan dasar pengelompokan yang kuat, kecuali klaster III yang mengelompok dengan dasar pengelompokan yang lemah. Klaster III menunjukkan bahwa ikan kakap putih L. calcarifer dari Selat Makassar dan Teluk Bone memiliki kekerabatan yang jauh dengan L. calcarifer yang mendiami perairan Australia. Klaster I didominasi oleh L. calcarifer dari Teluk Bone 91,67%, namun demikian, terdapat 8,33% L. calcarifer stok liar dari Selat Makassar yang berkerabat dekat dengan L. calcarifer dari Teluk Bone. Pada Klaster II, 62,50% L. calcarifer berasal dari Selat Makassar dan masing-masing terdapat 12,50% L. calcarifer terdomestikasi yang merupakan generasi I dari induk Selat Makassar, dari Teluk Bone, dan L. calcarifer dari Cilegon Banten. Klaster IV adalah kelompok L. calcarifer domestikasi dengan induk asal Selat Makassar dan L. calcarifer Selat Makassar Gambar 6. Bone Wajo Takalar DomesticatedBone 0,0387 0,3043 0,4379Wajo 0,0667 0,1138 0,1590Takalar 0,2971* 0,2278* -0,0085Domesticated 0,3580* 0,3050* -0,1723* Gambar 6. Filogeni ikan kakap putih Lates calcarifer Bloch, 1790 dari empat wild stocks dan satu domesticated stock Dalam pengelolaan sumberdaya hayati perikanan, konservasi adalah konsep yang sangat penting. Manajemen perikanan yang baik membutuhkan langkah-langkah konservasi yang efektif, yang membutuhkan pemahaman yang lebih baik tentang struktur populasi ikan. Salah satu parameter populasi yang paling penting untuk menilai nasib suatu populasi adalah ukuran populasi efektif Ne karena Ne menentukan ukuran variasi/keragaman genetik, genetic drift, dan ketidakseimbangan disequilibrium di dalam populasi. Pada spesies ikan dan kerang yang berfekunditas tinggi, yang menghasilkan ribuan atau bahkan jutaan telur dari satu betina, memiliki ukuran populasi family size yang besar, yang selanjutnya dapat menurunkan Ne. Populasi efektif yang kecil selanjutnya menyebabkan meningkatnya peluang inbreeding yang merupakan penyebab hilangnya variasi genetik Ukuran populasi actual yang besar, yang beberapakali lebih besar dari ukuran populasi efektif adalah gambaran bottleneck yang dapat menurunkan fitness populasi. BAB V KONSEP DASAR BREEDING PROGRAMME Teori Pemilihan Pasangan Mate Choice Teory Mate choice memilih pasangan merupakan elemen penting reproduksi pada banyak taksa Davies et al. 2012; Kappeler 2010. Pemilihan pasangan di lingkungan alami dan lingkungan penangkaran atau budidaya berbeda, dimana pada lingkungan budidaya ukuran populasi efektif Ne atau peluang memilih pasangan adalah terbatas. Pada kondisi budidaya pasangan-pasangan induk broodstocks telah disediakan dengan maksud untuk mempertahankan keragaman genetik maksimum. Keragaman genetik di dalam breeding program merupakan parameter yang penting, akan tetapi harus dibarengi dengan jaminan kompatibilitas genetik dan/atau perilaku antar individu. Hewan-hewan terdomestikasi biasanya kehilangan beberapa atribut fisiologi dan perilaku/karakter dibandingkan saat mereka hidup di lingkungan alami-nya dan hal tersebut berimplikasi terhadap fitness atau kebugaran. Mate choice dapat meningkatkan kompatibilitas genetik dan perilaku antar pasangan dan dengan demikian meningkatkan keberhasilan reproduksi pada suatu kegiatan budidaya. Memadukan mate choice dan keragaman genetik adalah langkah penting di dalam breeding program. Teori sexual selection yang dikemukan oleh Trivers 1972 menyatakan bahwa ikan betina lebih selektif memilih pasangan pada kegitan reproduksi karena differential investment berinvestasi lebih selektif dalam memproduksi gamet dan karena alasan parental care. Kokko et al 2003 dan Athiainen et al. 2004 menambahkan bahwa peluang keberhasilan reproduksi ikan betina lebih terbatas dibandingkan dengan ikan jantan sehingga ikan betina berinvestasi lebih selektif dalam reproduksi. Ikan betina akan memilih di antara sekian banyak pasangan jantan yang lebih compatible secara genetik atau pasangan dengan kualitas “good genes” untuk meningkatkan fitness populasinya dan fitness keturunannya yang akan diwariskan pada musim pemijahan. Teori pemilihan pasangan tersebut di atas secara alamiah akan membantu mempertahankan keragaman genetik pada level individu maupun pada level populasi. Brown 1997, 1999 dan Kempenaers 2007 mengemukakan “Teori Heterozigositas” yang memprediksi bahwa preferensi betina yang lebih terarah di dalam memilih pejantan yang memiliki variasi alel yang lebih besar dan cenderung menghindari perkawinan sedarah inbreeding. Jadi, selain keragaman genetik yang merupakan faktor yang penting, kombinasi gen-gen yang timbul dari interaksi gen tetua dan terkait dengan fisiologi dan tingkah-laku pemijahan adalah juga merupakan variabel yang memiliki kontribusi yang sangat bermanfaat, yang patut untuk diperhitungkan selain heterozigositas di dalam suatu breeding program. Neff & Pritcher 2005 memprediksi bahwa betina akan memilih pasangan pejantan yang secara bersama-sama akan dapat memproduksi keturunan offspring dengan variasi genetik dan kombinasi-kombinasi gen yang optimum. Selective Breeding Selective breeding merupakan suatu program yang telah terbukti memberi banyak manfaat dan keuntungan pada kegiatan budidaya ikan karena kemampuannya meningkatkan produksi melalui pemanfaatan pakan, tanah dan sumberdaya air yang lebih optimal. Langkah pertama untuk memulai breeding program adalah mengumpulkan informasi dasar tentang founder population atau base population populasi dasar. Informasi dasar yang dimaksud dapat berupa potensi reproduksi, keragaman genetik, dan fitness/kebugaran populasi termasuk potensi immunitas populasi. Salah satu strategi adalah mengukur semua karakter atau sifat yang dimiliki oleh populasi liar wild stock dan kemudian melakukan seleksi untuk memaksimalkan variasi dari karakter-karakter yang menguntungkan. Namun demikian, beberapa karakter seperti ketahanan terhadap penyakit dan kualitas daging merupakan variabel yang sulit untuk dijadikan sebagai tolak ukur penciri populasi liar karena dipengaruhi oleh banyak variabel independen lainnya. Karakterisasi populasi berdasarkan sebaran geografis untuk pembentukan populasi dasar antara lain telah dilakukan oleh Gjedrem et al. 1991. Gjedrem et al. 1991 melaporkan bahwa 92,6% keragaman genetik ikan salmon berasal dari keragaman intra populasi dan 7,4% berasal dari keragaman inter populasi. Marka molekuler atau marka DNA adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk mendesain populasi dasar pada program breeding budidaya ikan, termasuk budidaya ikan kakap putih. Data analisis genetik ikan kakap putih berdasarkan gen COI mitochondrial menunjukkan adanya beberapa SNP single nucleotide polymorphism dan pita spesifik RAPD random amplified polymorphic DNA pada genom ikan kakap putih. Penemuan SNP dan pita spesifik RAPD ikan kakap putih akan ditindaklanjuti dengan menginvestigasi korelasi antara keanekaragaman genetik berdasarkan marka COI dan RAPD dengan keragaman karakter-karakter quantitative, yaitu karakter yang terkait resistensi terhadap penyakit dan pertumbuhan. Meningkatkan Kualitas Genetik Stok Hingga saat ini selective breeding masih merupakan opsi terbaik untuk meningkatkan kualitas genetik. Dengan menggunakan banyak family dalam program breeding, masalah yang ditimbulkan oleh inbreeding dapat direduksi sehingga laju perbaikan genetik di dalam stock dapat ditingkatkan. Pengembangan program genetik yang optimal merupakan tantangan bagi budidaya ikan kakap putih. Langkah pertama dari selective breeding adalah mendefenisikan dengan jelas tujuan breeding, setting karakter-karakter yang akan dikembangkan, dan kemudian mengidentifikasi strain-strain yang memiliki performa terbaik berdasarkan breeding goal traits, sehingga kegiatan seleksi dapat dimulai. Langkah berikutnya adalah memutuskan karakter mana yang akan dinilai dan digunakan sebagai dasar seleksi. Pada walk-back selection, ikan dari beberapa family dipelihara di dalam satu wadah. Seleksi dilakukan terhadap individu dengan karakter fenotipik dan genotype terbaik kemudian dicrossbreeding dengan tetua/broodstock dari generasi sebelumnya. Seleksi terhadap genotype terbaik dapat dilakukan dengan menggunakan marka molekuler. Gambar 7. Ilustrasi walk-back selection Gambar 8. Ilustrasi analisis pedigree menggunakan marka molekuler. Kotak paling atas adalah genotype tetua. Pita-pita merepresentasikan ukuran fragmen DNA yang berbeda. Kotak ditengah adalah genotype offspring dari masing-masing hasil persilangan. BAB VI KEBIJAKAN Berdasarkan misi yang telah ditetapkan dan hasil analisis keragaman genetik, maka dokumen kebijakan ini merekomendasikan tentang strategi pengelolaan dan pemanfaataan ikan kakap putih kaitannya dengan kegiatan produksi melalui breeding program sebagai berikut 1. Konservasi terhadap spot-spot plasma nutfah alami ikan kakap putih penting untuk dilakukan sebagai tabungan induk. Hal tersebut akan sangat menunjang aquaculture breeding schemes, yang menganut prinsip bahwa dengan menggunakan banyak family dalam program breeding, masalah yang ditimbulkan akibat inbreeding dapat direduksi sehingga laju perbaikan genetik dan kontrol fitness populasi yang tereduksi di dalam stock senantiasa akan dapat dilakukan dan ditingkatkan. 2. Terkait dengan keragaman genetik yang tidak merata di setiap populasi dan antar populasi direkomendasikan untuk menerapkan model seleksi famili yang dikombinasikan dengan walk-back selection pada program breeding ikan kakap putih. Seleksi walk-back dengan seleksi induk yang dioptimalkan untuk memilih tetua untuk generasi berikutnya. Walk-back selection dapat digunakan untuk meningkatkan keragaman genetik ikan kakap putih karena akan mengendalikan tingkat akumulasi perkawinan sedarah akibat distribusi yang tidak merata dari sekumpulan famili. Kemajuan genetik dievaluasi dengan best linear unbiased prediction BLUP. Gambar 6. Breeding program ikan kakap putih Lates calcarifer, Bloch 1790 KeragamanGenetikIdentifikasiPlasma NutfahIkan Kakap PutihSeleksi BroodstockKarakterPertumbuhanBenihKeragaman GenetikRendah Keragaman GenetikRendahKarakterisasi 3. Ikan kakap putih adalah ikan peruaya dengan siklus recruitment yang sangat lama. Ikan kakap putih membutuhkan waktu sekitar 4 – 5 tahun untuk matang fungsional sebagai ikan jantan dan 6 – 8 tahun untuk matang fungsional sebagai ikan betina. Kedua karakter tersebut menyebabkan ikan ini rentang terhadap kepunahan sehingga sangat penting untuk menentukan wilayah konservasi pada jalur-jalur ruaya ikan kakap putih. Wilayah konservasi yang direkomendasikan adalah wilayah perairan pantai dan DAS di Desa Akkotengeng Kabupaten Wajo dan wilayah perairan pantai dan DAS Sungai Saro Kecamatan Galesong Selatan Kabupaten Takalar sebagai wilayah dengan keanekaragaman genetik ikan kakap putih yang tinggi, dan perairan pantai dan DAS di Desa Ajalasse Kabupaten Bone sebagai wilayah dengan keanekaragaman genetik yang rendah. Penentuan luasan Kawasan konservasi dan zona inti membutuhkan kajian dan evaluasi lebih lanjut. 4. Keragaman genetik ikan kakap putih yang rendah di spot plasma nutfah perairan pantai Kabupaten Bone dapat disebabkan oleh ukuran populasi efektif Ne yang lebih rendah dibandingkan dengan ukuran populasi pada spot plasma nutfah lainnya. Ukuran Ne yang kecil selain disebabkan oleh karakter biologi-reproduksinya hermaprodit protandri, juga dapat disebabkan oleh mortalitas yang tinggi akibat penangkapan yang tidak ramah lingkungan, alih fungsi lahan dan degradasi habitat. Terkait dengan hal tersebut, maka direkomendasikan untuk menghentikan kegiatan meracun ikan-ikan predator termasuk ikan kakap putih dengan menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya dan sekaligus mengupayakan solusi teknologi persiapan lahan tambak udang/bandeng yang ramah lingkungan untuk memulihkan fitness populasi ikan kakap putih di Kabupaten Bone dan kabupaten lainnya. Pembatasan dan pengawasan terhadap eksploitasi sumberdaya ikan kakap putih dan penentuan nilai minimal ukuran layak tangkap penting untuk dilakukan dalam rangka meningkatkan fitness populasi ikan kakap putih wild type. 5. Melakuka evaluasi breeding value wild stock ikan kakap putih pada berbagai wilayah geografis memberikan potensi yang besar untuk mendapatkan keuntungan genetik yang lebih signifikan. 6. Konservasi ikan kakap putih wild stock dapat dilakukan dengan aplikasi bioteknologi, yaitu penggunaan marka molekuler untuk mengestimasi Ne ukuran populasi efektif di dalam populasinya wild population, untuk mengevaluasi aliran gen gene flow antara populasi terdomestikasi/budidaya dengan populasi liar wild population dan untuk memantau perubahan ukuran populasi ikan liar. 7. Menutup aktifitas memancing bagi para “pemancing maniak” seabass, dimana barramundi merupakan salah satu ikan target, selama periode migrasi ikan-ikan muda sebagai upaya untuk meningkatkan ukuran populasi ikan-ikan dewasa. Selain itu juga dibutuhkan langkah-langkah tambahan untuk melindungi ikan-ikan dewasa/matang gonad dalam migrasinya menuju spawning ground. 8. Merancang suatu kegiatan untuk mensosialisasikan keunggulan sumberdaya ikan kakap putih dalam rangka membuka jalur tataniaga ikan kakap putih mulai dari level petani hingga level industri untuk menghentikan kegiatan meracun ikan kakap putih . PUSTAKA Athiainen JJ, Alatalo RV, Mapes J, Vertainen L. 2004. Decreased sexual signalling reveals reduced viability in small population of the drumming wolf spider, Hygrolycosa rubrofasciata. Proc. R. Soc. Lond. Ser. B 271, 1839-1845. Brown JL. 1997. A theory of mate choice based on heterozygosity. Behaviour Ecology, 860-65. Brown JL. 1999. The new heterozygosity theory of mate choice and the MHC. Genetica, 104215-221. Cuvier G, Valenciennes A. 1828. Histoire naturelle des poisons. Tome Second. Livre Troisieme. Des poisons de la familledes perches, ou des percoides. Levrault, Paris. 490 pp. Davies NB, West SA, Krebs JR. 2012. An Introduction to Behavioural Ecology. Fourth edition, Wiley-Blackwell Oxford. Dunham RA. 2004. Aquaculture and Fisheries Biotechnology Genetic Approaches. Book Reviewes. Aquaculture International, 133285-288. Gjedrem T, Gjøen HM, Gjerde B. 1991. Genetic origin of Norwegian farmed Atlantic salmon. Aquaculture 98, 41-50. Greenwood PH. 1976. A review of the family Centropomidae Pisces, Perciformes. Bull. Brit. Mus. Nat. Hist., Zool. 291-81. Kappeler P. 2010. Animal behaviour. Evolution and Mechanisms. Springer, Berlin. Kempenaers B. 2007. Mate choice and genetic quality a review of the heterozygosity theory. Advanced Study Behaviour, 37189-278. Kokko H, Brooks R, Jennions MD, Morley J. 2003. The evolution of mate choice and mating biases. Proc. R. Soc. Lond. Ser. B 270, 653-664. Laird L, Stead SM. 2002. The handbook of Salmon Farming. Springer. Mooi RD, Gill AC. 1995. Association of epaxial musculature with dorsal-fin pterygiophores in acanthomorph fishes, and its phylogenetic significance. Bull. Nat. Hist. Mus. Lond. Zool. 61121-137. Neff BD, Pritcher TF. 2005. Genetic quality and sexual selection an integrated framework for good genes and compatible genes. Mol. Ecol., 1419-38. Otero O. 2004. Anatomy, systematics and phylogeny of both recent and fossil latid fishes Teleostei, Perciformes, Latidae. Zool. J. Linn. Soc. 14181-133. Smith WL, Craig MT. 2007. Casting the Percomorph net widely the importance of broad taxonomic sampling in the search for the placement of serranid and percid fishes. Copeia. 35-55. Trivers RI. 1972. Parental investment and sexual selection. Aldine Publishing, Chicago. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication. Olga OteroThe anatomical investigation of the osteology of both fossil and Recent species of the so-called Centropomidae was conducted with three aims of improving the taxa definition, providing anatomical descriptions suitable for palaeontological studies and establishing a hypothesis for the phylogenetic relationships of the family. The family interrelationships are reviewed according to phylogenetic principles and reconstructed based on a cladistic analysis using 29 characters 28 osteological, and one myological. The family Centropomidae as previously defined is paraphyletic. The new family Latidae is monophyletic and includes Lates, Psammoperca and †Eolates. The two former genera are monophyletic whereas the latter genus is polyphyletic. Three fossil species are attributed to †Eolates. The family Centropomidae is monogeneric with Centropomus. © 2004 The Linnean Society of London, Zoological Journal of the Linnean Society, 2004, 141, 81– Leo Smith Matthew Thomas CraigThe limits and relationships of serranid and percid fishes, in the context of the percomorph radiation, were resolved using 4036 aligned base pairs of mitochondrial and nuclear DNA sequence data for 180 acanthomorph species. Representatives of all major serranid and percid lineages were analyzed along with 91 additional families from six acanthomorph orders and 25 suborders. Percidae was recovered as monophyletic, and the traditional Serranidae was recovered as polyphyletic, forming five clades Niphon, Acanthistius, Epinephelinae less Niphon, Anthiinae less Acanthistius and Zalanthias kelloggi [formerly included in Plectranthias], Serraninae including Zalanthias kelloggi. These traditional "percoid" families were separated from all other "percoid" taxa and recovered within a clade composed of the mail-cheeked fishes and their allies. Based on the evidence provided in this molecular study and prior morphological studies, we recommend taxonomic changes to the Perciformes, Percoidei, Trachinoidei, and Serranidae, we resurrect the Epinephelidae and Niphonidae, and we create a new group, the Moronoidei, to reflect our recovered relationships. Peter KappelerThe study of animal behaviour is one of the fastest growing sub-disciplines in biology. The resulting diversity of conceptual approaches and methodological innovations makes it increasingly difficult for professionals and students to keep abreast of important new developments. This edited volume provides up-to-date reviews that facilitate orientation in key areas of animal behaviour, including communication, cognition, conflict, cooperation, sexual selection and behavioural variation. The contributions address evolutionary and proximate aspects of behaviour and also cover both invertebrates and vertebrates. Important concepts are dealt with in separate glossaries and key examples highlighted in separate text boxes. Richly illustrated with colour figures, this volume offers a well structured overview of all the main developments in current animal behaviour research. It is ideal for teaching upper-level courses, where it will be essential reading for advanced students familiar with basic concepts and ideas. Bart KempenaersThis chapter presents a review of mate choice and genetic quality, defines mate choice, and discusses some of the key issues about how individuals can benefit from being choosy, including the distinction between two main types of genetic benefits. It also focuses on heterozygosity and fitness and presents an overview of the methods that have been used to estimate individual heterozygosity or relatedness among individuals. It also presents a review of the studies that have found correlations between individual heterozygosity and a variety of fitness‐related traits. The chapter consists of two parts—mate choice based on relatedness with the partner, which is choice to optimize offspring heterozygosity and the link between the evolution of promiscuity and inbreeding survey of acanthomorphs reveals that epaxialis attachments to distal radials or the distal tips of proximal-middle pterygiophores have a relatively restricted distribution. Four basic morphotypes are recognized Type 0 - no distal insertions of epaxialis lampridiforms, polymixiiforms, basal paracanthopterygians, zeiforms, beryciforms, smegmamorphs, pleuronectiforms and many perciforms; Type 1 - partially separate epaxialis slips inserting on to dorsoposterior and dorsolateral processes of proximal-middle and/or distal radialsbatrachoidids [Paracanthopterygii], scorpaeniforms, and among perciforms in blennioids, most cirrhitoids, apogonids, centrogeniids, latine centropomids, grammatids, haemulids, percids, serranids, champsodontids and cheimarrhichthyids; Type 2 - insertions of epaxialis to distal portions of pterygiophores without separate slips possibly basal tetraodontiforms, various perciform taxa including callionymoids, notothenioids, zoarcoids, and some cirrhitids, labrids, percoids and trachinoids; Type 3 - completely separate slip of muscle dorsal to the main body of the epaxialis inserting on to anterior pterygiophore shaft with dorsal insertions on to more posterior spine-bearing pterygiophores, and the first ray-bearing pterygiophore, then becoming continuous with the supracarinalis posterior percoid family Mullidae. Type 0 is considered to be plesiomorphic, and the remaining morphologies apomorphic. Their phylogenetic significance is discussed in the context of other characters. Among our conclusions, the Scorpaeniformes is awarded subordinal status within the Perciformes, and the centropomid Latinae is given full familial after farming of Atlantic salmon began in Norway, a selection experiment was started in 1971. Over a 4-year period, broodstock of Atlantic salmon were sampled in 41 different rivers and localities resulting in four populations. In forming the base population generation 0, mating was done within strains to produce full- and half-sib families. In later generations mating was done both within and between strains. Data from the first three generations of selection have been analysed to study the genetic origin of the four populations. One to three strains dominate each population. The importance of selective breeding in fish farming is stressed. Benih kakap putih untuk budidaya diperoleh dari penangkapan di alam dan pembenihan di hatchn. Benih kakap putih tersedia di BBRPBL Gondol-Bali dan BBPBL Lampung. Benih kakap putih juga sudah dapat diproduksi oleh HSRT di Gondol-Bali dan Lampung. Namun demikian, produksi benih belum mampu memenuhi kebutuhan. Karena itu, perbudi daya kakap putih di Riau mendatangkan benih kakap putih dari Malaysia. PEMELIHARAAN KAKAP PUTIH DI TAMBAKPemeliharaan kakap putih untuk menghasilkan ikan konsumsi gr/ekor, membutuhkan waktu yang cukup lama, 10-12 bulan. Oleh karena itu, untuk menjaga mutu air dan kemudahan pengelolaan, maka perlu diterapkan pemeliharaan secara bertahap. Pemeliharaan sistem pentahapan atau biasa disebut sistem modular dilakukan dalam tiga tahap/fase, yaitu tahap pendederan, penggelondongan/pembesaran awal dan pembesaran akhir/ demikian, satu unit tambak pemeliharaan kakap putih mem butuhkan 3-4 petak yang terdiri dari petak pendederan, petak penggelondongan petak pembesaran, dan petak tandon air. Luas ideal petak pemeliharaan adalah petak pendederan 300-400 m2 petak penggelon dongan 500-1000 m2, dan petak pembesaran m2. 1. PendederanPendederan adalah kegiatan memelihara kakap putih dari ukuran 3-4 cm dengan bobot rata-rata 1,2 g atau dari ukuran 5-7 cm dengan bobot 4-8 gr/ekor. Benih kakap putih ukuran tersebut dipelihara hingga mencapai kakap putih muda berukuran 20-30 gr/ekor. Padat penebarannya, yaitu untuk benih ukuran 23 cm ditebar dengan kepadatan 20-30 ekor/m2 sedangkan untuk benih ukuran 5-7 cm ditebar sebanyak 10-20 ekor/ yang ditebar harus sehat. Benih yang sehat biasanya berwarna cerah, lincah aktif, nafsu makan tinggi dan tidak cacat pada sirip, sisik maupun bagian tubuh lain. Sebelum ditebar ke dalam tambak, benih didesinfektan terlebih dahulu agar kondisi benih selalu sehat. Desinfektan dilakukan dengan cara merendam benih ke dalam larutan formalin dosis 15-25 ppm sekitar 1 sendok makan per 250-400 liter air selama 1/2-1 pendederan ikan diberikan pakan berupa ikan rucah minced E, udang jambret atau pelet. Jumlah pakan yang diberikan sebanyak 10-15% dari total bobot badan ikan atau diberikan sampai ikan kenyang ad libitum yang ditandai dengan ikan tidak menyambar lagi makanan. Frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari yaitu pagi, siang, dan sore berupa ikan rucah harus dikeluarkan dari duri keras dan dipotong kecil-kecil disesuaikan dengan ukuran mulut ikan. Untuk mengurangi kanibalisme, dasar tambak dilengkapi shelter pelindung yang terbuat dari potongan pipa PVC berukuran besar. Selain sebagai shelter pipa PVC juga berfungsi sebagai tempat persembunyian ikan. Dengan bersembunyinya ikan tersebut, berarti besarnya energi yang diperlukan untuk bergerak akan menurun dan dengan demikian memungkinkan ikan untuk menjadi semakin besar dengan lebih cepat. Sementara itu. ke dalaman air di dalam tambak dipertahankan antara 80-100 cm. Setiap hari dilakukan pergantian air di dalam tambak sebanyak 10-15%.Pendederan dilakukan 2-3 bulan tergantung dari ukuran benih awal yang ditebar. Untuk benih yang saat ditebar berukuran 5-7 cm atau bobot 4-8 gr/ekor setelah dipelihara 3 bulan mencapai ukuran 25-40 gr/ekor bahkan ada yang mencapai 45 gr/ekor. Selanjutnya dilakukan penggelon dongan. 2. PenggelondonganTahap-tahap penggelondongan atau pembesaran awal di tambak tidak berbeda dengan pendederan. Padat penebaran diturunkan sesuai dengan ukuran benih. Benih berukuran 25-40 gr/ekor ditebar ke tambak dengan kepadatan 4-5 ekor/m2. Pemberian pakan 10-15% dari total bobot badan ikan dengan frekuensi 3 kali sehari pagi, siang dan sore hari. Kedalaman air tambak 100 cm. Sedangkan untuk menjaga kualitas air, setiap han dilakukan pergantian air di dalam tambak sebanyak 10-15%. Setelah dipelihara 23 bulan, maka ikan akan mencapai ukuran 50-70 gr/ekor atau mencapai panjang 14-16 cm. Bila ikan diberi pakan berupa ikan rucah, maka perlu diberi tambahan vitamin seminggu sekali yang diberikan bersama pakan. Vitamin yang digunakan adalah Amolovit dengan dosis 1 g/kg pakan dan Probiotik 1-2 co/kg pakan. Sedangkan bila diberi pakan buatan berupa pelet maka kandungan proteinnya antara 43-50%. Kandungan protein tersebut menghasilkan pertumbuhan yang cukup baik. Sebagai ikan karnivora dan pemangsa, kakap putih mempunyai kebiasaan makan dengan cara menyambar pakan yang diberikan. Setelah kenyang. pakan yang ditebar tidak lagi disambar. Pada kondisi ini pemberian pakan dihentikan untuk mencegah kelebihan pakan sehingga penurunan kualitas air akibat pembusukan kelebihan pakan dapat dihindari. Kakap putih juga mempunyai naluri menunggu pakan yang akan diberikan pada waktu pemberian pakan. Kondisi ini dengan terlihat adanya kakap putih yang muncul ke permukaan pada jam pemberian pakan. Oleh karena itu pemberian pakan sebaiknya dilakukan pada jam yang sama setiap hari. Hal ini akan memudahkan pendugaan terhadap jumlah populasi maupun kebiasaan ikan itu sendiri. 3. PembesaranPembesaran dilakukan untuk menghasilkan kakap putih ukuran konsumsi. gr/ekor. Lama waktu pembesaran antara 6-7 bulan. Padat penebaran diturunkan cukup 1-2 ekor/m2 untuk benih berukuran 50-70 gr/ekor atau mencapai panjang 14-16 cm. Untuk tambak yang dikelola secara intensif padat penebaran dapat ditingkatkan hingga 4-5 ekor/m2 atau ekor/ pembesaran kakap putih diberikan pakan berupa ikan rucah atau pelet sebanyak 4-10% dari total bobot badan ikan dengan frekuensi 2 kali sehari, pagi dan sore hari. Walaupun demikian pemberian pakan harus selalu mengamati kondisi makan ikan bila ikan telah berhenti menyambar makanan berarti ikan telah kenyang, dan pemberian pakan dihentikan. Dalam tahap pembesaran ini, bila ikan budi daya diberi pakan ikan rucah, maka dapat ditambahkan vitamin yang diberikan seminggu sekali dengan cara dicampurkan pada pakan. Kedalaman air tambak 100-150 cm. Setiap hari dilakukan pergantian air di dalam tambak sebanyak 10 15%.Pada tahap pembesaran dapat dilakukan penebaran campuran polikultur dengan ikan nila Oreochromis nilotica atau mujair O mossambica. Namun, penebaran nila atau mujair bukan dimaksudkan untuk memproduksi ikan konsumsi, melainkan sebagai pakan kakap putih. Mujair dan nila dikenal sebagai ikan tukang kawin, sehingga dengan cepat bernakpinak di dalam tambak. Sebelum benih kakap ditebar, terlebih dahulu ditebar ikan nila atau mujair dewasa dengan kepadatan ekor/ha jantan dan betina. Kakap putih ukuran gelondongan ditebar 1 bulan kemudian setelah di dalam tambak terlihat banyak anak ikan nila atau mujair. Ikan kakap akan memangsa nila dan mujair di dalam tambak sebagai pakan. Bila tambak ditebari nila atau mujair, maka sekitar 2 bulan kakap putih tidak perlu diberikan pakan. Pada bulan ke-3 atau bila di dalam tambak jumlah ikan nila atau mujair sudah sedikit pemberian pakan dapat dilakukan. 8 Cara Budidaya Ikan Kakap Putih Yang Mudah di Lakukan! – Kakap Putih adalah sejenis ikan yang bermigrasi dari keluarga Latidae di ordo Perciformes. Spesies ikan ini tersebar luas di wilayah Pasifik Barat India dan berkisar dari Asia Tenggara hingga Papua Nugini dan Australia utara. Ikan ini dikenal sebagai Pla Kapong di Thailand dan Barramundi di Australia. Ikan ini disebut oleh komunitas ilmiah internasional sebagai bass laut Asia bass laut Australia atau bass laut Australia. Ikan ini adalah salah satu aset akuakultur laut terkemuka di Indonesia. Ikan ini memiliki bentuk tubuh memanjang dengan mulut besar, tetapi potongan ringan dan rahang atas yang memanjang hingga ke belakang mata. Tepi bawah tulang pipi preoperculum memiliki gigi dengan paku tajam di sudut-sudutnya. Penutup insang penutup memiliki lonjakan kecil dan sarung bergerigi di atas dasar sideline. Ikan ini memiliki sisik ctenoid besar dan warna perak gelap atau terang tergantung pada lingkungan tempat tinggalnya. Dilihat dari arah melintang, ikan ini terlihat pipih dan kepalanya terlihat jelas cekung. Sirip tunggal di punggung dan perutnya runcing, sedangkan sirip kaleng di dadanya dan panggul tidak. Sirip ekor pendek dan bulat. Berat maksimum ikan ini adalah sekitar 60 kg, sedangkan panjang tubuh rata-rata sekitar 0,6 hingga 1,2 m 2,0 hingga 3,9 kaki. Tubuh mereka dapat mencapai panjang 1,8 m 5,9 kaki, meskipun jumlah ikan yang ditangkap dalam ukuran ini mungkin jarang. Ikan Kakap Putih adalah ikan darat yang hidup di dasar sungai / laut tempat ikan ini hidup di perairan pantai, muara, laguna, dan sungai di perairan yang bersih dan berawan, biasanya dalam kisaran suhu 26 hingga 30 ° C. ikan tidak menyebabkan migrasi meluas ke atau di antara sistem sungai yang akan mempengaruhi pembentukan perbedaan genetik antara ikan-ikan ini di setiap sungai di utara Australia. Kakap Putih adalah ikan yang banyak diminati baik air tawar maupun air asin. Kegiatan budidaya ikan kakap putih dapat dilakukan di kolam ikan atau di keramba apung di laut. Sejauh ini, menanam kakap putih di kolam bukan lagi teknologi baru. Keberhasilan usaha budidaya ikan kakap putih di kolam sangat ditentukan oleh pemilihan lokasi, persiapan kolam, pemilihan ikan kakap putih yang diisi, ukuran dan kepadatan stok benih, pemberian pakan dan pakan, pengenalan dan kontrol penyakit dan panen dan setelah panen. Pemilihan Lokasi Salah satu kegiatan yang sangat mempengaruhi keberhasilan ikan kakap putih yang diperbesar di kolam adalah pemilihan lokasi. Kesalahan lokasi dapat berakibat fatal bagi bisnis kakap yang sedang tumbuh. Ketika memilih lokasi kolam untuk budidaya kakap, aspek-aspek berikut harus diperhitungkan Lokasi tambak harus bebas banjir, tetapi air tanah harus dapat bersirkulasi dengan mudah. Situs harus dilindungi dari efek berbagai kontaminan seperti logam berat, pestisida, minyak, sampah, dan limbah industri. Lokasi tambak harus pada ketinggian tertentu untuk memfasilitasi pengelolaan air, terutama pendapatan dan pengeluaran. Lokasi tambak harus menerima air yang cukup selama pasang harian dan dapat dikeringkan pada saat air surut. Kondisi tanah dapat menahan air sehingga tanah longsor tidak mudah. Tanah yang paling cocok adalah tanah liat yang dicampur dengan endapan dan pasir. Fasilitas dan infrastruktur yang mudah didapat. Lokasi tambak harus memenuhi persyaratan air fisik dan kimia, misalnya Salinitas 15 – 35 ppt. suhu 25 – 32 ° C. LAKUKAN> 5 ppm. PH 5-8. Air amonia dan nitrit 200% per hari dapat terjadi dengan kepadatan – orang / m2. Mencapai ukuran batang pohon cm membutuhkan waktu sekitar 60 hari. Pemisahan dengan barang nilon dapat dilakukan dengan ukuran barang 1 x 1 x 1,5 m. Dari pengamatan TK, waring nilon dapat memberikan hasil yang lebih baik daripada taman kanak-kanak di bak beton. Kepadatan penyimpanan dalam waring adalah hingga individu per M 3 dengan ukuran benih yang sama 2,0 hingga 4,0 cm. Taman kanak-kanak ini biasanya dilakukan di laut atau bisa juga dilakukan di kolam yang cukup dalam + 1,5 m. Apa yang harus diperhitungkan selama masa TK, kegiatan evaluasi klasifikasi ukuran seringkali harus dilakukan. Ini karena sifat kanibal kakap. Pembesaran Kakap Putih bekerja dengan baik dalam hal pertumbuhan yang cepat dan kelangsungan hidup yang tinggi jika ukuran stocking disesuaikan dengan kepadatannya. Selain itu, biji kakap putih yang ditaburkan harus benar-benar sehat. Kepadatan benih kakap putih ukuran 5,0 – 10,0 cm di kolam tidak boleh lebih dari individu / m2. Benih yang ditaburkan harus berkualitas sangat baik. Sifat-sifat benih berkualitas baik adalah sebagai berikut Satu ukuran Tidak cacat fisik Bebas dari penyakit Tenang dan jangan membuat gerakan tidak teratur atau bersemangat, tetapi bergeraklah dengan aktif saat Anda tertangkap Dapatkan jawaban yang bagus Timbangan cahaya Tandai mata yang cerah Libra, sirip lengkap Jika diberi makan, ia akan diserang dengan cepat, tetapi jika tidak disuapi, posisinya akan menyebar. Pemberian Pakan Pada awal pemeliharaan, Kakap Putih biasanya tidak menyukai makanan mati yang diberikan, karena makanan biasanya berupa ikan kecil di sekitarnya. Namun, ini tidak berarti bahwa Kakap Putih tidak dapat dilatih untuk memakan makanan mati. Kakap Putih biasanya ingin makan makanan mati dalam 2-3 minggu. Pakan yang biasanya diberikan saat membesarkan Kakap Putih adalah ikan tongkol yang baru ditangkap seperti Lemuru, Selar dan Tamban. Ikan jenis ini mengandung banyak protein dan sedikit lemak. Komposisi kimia dari berbagai jenis ikan sampah ditunjukkan pada Tabel 1. Ikan sampah dapat disediakan segar atau dalam bentuk silase. Selain ikan sampah, Kakap Putih juga dapat menerima pakan buatan dalam bentuk pelet saat ini hanya Comfeed yang memproduksinya. Dosis pemberian pakan tergantung pada umur / ukuran ikan. Pada saat TK, beri makan adlibitum sampai penuh dan Anda tidak ingin lagi makan. Pada fase pembesaran, bagaimanapun, pakan dapat diberikan dengan dosis 3-5% TBW. Pemberian makanan harus selalu dilakukan di tempat tertentu. Makanan yang cukup diberikan dua kali sehari, di pagi hari + pagi dan di malam hari + malam Pemberian makan bisa dilakukan secara bertahap sampai habis. FCR untuk pakan ikan biasanya dalam kisaran 1 5-6, sedangkan untuk pakan pelet menurut informasi FCR itu dalam kisaran 1 2-3. Pemeliharaan lingkungan Kolam Selama masa pemeliharaan, media yang digunakan untuk mengangkat kakap putih harus terus dimonitor untuk memenuhi kebutuhan ikan. Hasil pengujian yang dilakukan menunjukkan bahwa berbagai aspek harus dipertimbangkan ketika mengelola media pemeliharaan sirkulasi air. Selama masa pemeliharaan, sirkulasi air harus dilanjutkan agar air di kolam selalu segar. Sirkulasi air harus setidaknya 10% dari total volume kolam setiap hari. Coba pertahankan kecerahan air + 30-40 cm. Jika air di kolam terlalu jernih > 50 cm, kakap putih tidak mau makan, dan jika terlalu keruh <20 cm. Pengendalian Penyakit Pengenalan dan pengendalian berbagai jenis penyakit dan parasit akan mendukung kelangsungan hidup dan meningkatkan produksi. Pengenalan kualitas lingkungan yang cermat dapat membantu memprediksi kejang dini. Kepadatan stocking tinggi, kualitas pakan rendah dan kualitas benih rendah adalah beberapa penyebab penyakit kakap putih. Terjadinya suatu penyakit menandakan sistem biologis yang terganggu, di satu sisi ikan menjadi lemah dan di sisi lain patogen berkembang lebih cepat. Penyakit, yang terutama mempengaruhi kakap putih yang dibudidayakan dalam kultur, disebabkan oleh parasit krustasea, trematoda, protozoa dan bakteri. Parasit krustasea Ada dua jenis parasit yang biasa menyerang kakap putih, yaitu jenis Nerocila sp. dan Argulus sp. Nerocila terutama mempengaruhi ikan melalui insang dan mulut ikan bagian dalam, sementara Argulus menyerang ikan di insang dan di seluruh tubuh. Ikan yang terinfestasi nerocila mengalami kerusakan insang sampai menjadi kecokelatan dan mengurangi nafsu makan, sementara ikan yang terinfeksi argulus terangsang oleh gerakan dan nafsu makan berkurang dan dapat melukai tubuh ikan jika terluka parah. Upaya pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan formalin pada 100ppm selama + 30 menit atau untuk merendam ikan dalam air tawar selama 5-15 menit. Pencegahan yang bisa ditujukan adalah restorasi lingkungan kolam yang baik. Parasit cacing trematoda Jenis cacing yang sering menyerang White Snapper adalah Diplectenum sp. Cacing ini terutama menyerang ikan di insang dan organ dalam seperti usus dan gonad Chong dan Chao, 1986. Gejala yang terjadi pada Kakap Putih yang terkena penyakit ini termasuk berkurangnya nafsu makan, warna tubuh pucat, dan peningkatan produksi lendir. Ikan cenderung menggosok tubuh mereka ke dinding kolam dan berenang di permukaan air, terengah-engah dengan tutupnya terbuka. Upaya pengendalian yang dapat dilakukan adalah Rendam ikan dalam larutan formalin pada 100 ppm selama 30 menit dan ulangi selama 3 hari berturut-turut. Rendam ikan dalam larutan formalin 25 ppm + 0,15 ppm hijau perunggu selama 2 jam. Rendam ikan dalam air tawar. Penyakit protozoa Ada dua jenis penyakit kakap putih akibat serangan protozoa, yaitu cryptocaryoniasis dan brooklynelliasis. Cryptocaryoniasis disebabkan oleh Cryptocaryon irritans, sedangkan rooklynelliasis disebabkan oleh Brooklynela sp. Gejala yang ditunjukkan oleh kehadiran kedua jenis penyakit ini adalah kelesuan pada ikan, mata kabur, sisik longgar, pendarahan di kulit hemoraghe, peningkatan produksi lendir dan pembusukan sirip. Itu dapat dikontrol oleh Rendam ikan dalam larutan formalin pada 100 ppm selama 30 menit dan ulangi selama 3 hari berturut-turut. Rendam ikan dalam larutan hijau malachite 0,5 ppm selama 30 menit Rendam ikan dalam larutan formalin 25 ppm + 0,15 ppm hijau perunggu selama 2 jam Jika gejalanya ringan, Anda dapat merendam ikan di air tawar selama 10-15 menit. Bakteri Myxobacter, Pseudomonas sp. dan cocci gram Serangan bakteri ini biasanya merupakan penyakit sekunder karena serangan parasit dalam arti bahwa penyakit ini terjadi setelah serangan parasit sebelumnya. Sebagai akibat dari serangan bakteri ini, sirip umumnya rusak, sehingga penyakit yang disebabkan oleh serangan bakteri juga disebut sebagai penyakit busuk sirip bakteri. Itu dapat dikontrol oleh Rendam ikan dalam larutan nitrofurazon 15 ppm selama 4 jam. Rendam ikan dalam larutan kloramfenikol 50 ppm selama 2 jam. Rendam ikan dalam larutan acriflavin 100 ppm selama 1 menit. Panen dan pasca panen Ukuran panen dapat disesuaikan dengan permintaan pasar. Biasanya ukuran yang diinginkan oleh pasar ukuran konsumsi / ukuran emas adalah 0,5 hingga 0,75 kg per ikan. Waktu pemeliharaan untuk mencapai ukuran konsumsi 500 – 750 gram harus diperhatikan selama 5-7 bulan. Selama periode pemeliharaan, pemilihan ukuran harus dilakukan mulai bulan kedua dan seterusnya untuk mengurangi fluktuasi ukuran ikan atau untuk mencapai ukuran tanaman yang relatif sama. Kakap putih biasanya dipanen dengan cara dipetik. Tingkat pertumbuhan kakap putih tidak seragam selama periode budidaya. Pada panen pertama, Anda biasanya akan menerima ikan dengan ukuran konsumsi + 70% dari total ikan. Sisanya, yang belum mencapai ukuran konsumsi, akan didistribusikan kembali ke plot lain untuk dipertahankan lagi. Pemanenan dapat dilakukan dengan jaring khusus jaring berbentuk seperti pukat atau gembala “dicrikite”, yang dikumpulkan di lokasi tertentu untuk seleksi lebih lanjut. Panen harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak banyak kerusakan. Menangani tanaman juga harus sangat hati-hati. Demikian sedikit pembahasan mengenai 8 Cara Budidaya Ikan Kakap Putih Yang Mudah di Lakukan! semoga dengan adanya pembahasan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan untuk kita semua, dan kami ucapkan Terima Kasih telah menyimak ulasan kami. Jika kalian merasa ulasan kami bermanfaat mohon untuk dishare 🙂 Baca juga artikel lainnya tentang 6 Manfaat Minyak Ikan Paus Untuk Kesehatan Tubuh Manusia Khasiat dan Manfaat Gelembung Ikan Untuk Kesehatan Tubuh Manusia Khasiat dan Manfaat Ikan Sepat Untuk Kesehatan Tubuh Manusia Khasiat dan Manfaat Ikan Layur Untuk Kesehatan Tubuh Manusia Khasiat dan Manfaat Ikan Belida Untuk Kesehatan Manusia

cara budidaya ikan kakap putih di air tawar